Penerapan New Normal Tak Boleh Asal, Ketahui Kriterianya

Daftar Isi


    Foto: Juru Bicara Pemerintah untuk Penanganan COVID-19, Achmad Yurianto

    Lancang Kuning  – Juru Bicara Pemerintah untuk Penanganan COVID-19, Achmad Yurianto menjelaskan pemerintah akan menerapkan konsep kenormalan yang baru atau new normal. Meski demikian, pemerintah menyebut penerapan new normal tersebut tidak dapat dilakukan secara serentak di 514 kabupaten/kota di Indonesia. 

    Baca Juga: Anggota DPR Tegaskan New Normal Harus Berdasarkan Indikator Epidemi bukan Batasan Waktu

    "Aplikasi tentang new normal tidak bisa dan tidak mungkin dilaksanakan secara serempak di 514 kab/kota karena permasalahan di masing-masing kab/kota tidak sama," kata Achmad Yurianto dalam konferensi pers laporan data harian COVID-19 yang disiarkan streaming di YouTube BNPB, Minggu 31 Mei 2020,  dilansir Viva. 

    Baca Juga: Perwira Tinggi Militer Sudan Terbunuh di Perbatasan Ethopia

    Yuri menjelaskan penerapan new normal atau kenormalan yang baru di suatu daerah didasarkan pada beberapa aspek. Mulai dari aspek epidemologi. Yang mana kata dia, suatu daerah bisa berhasil menurunkan kasus positif Corona Covid-19 setidaknya lebih dari 50 persen dari kasus puncak yang pernah dicapai selama 3 minggu berturut-turut.

    "Ini menjadi sesuatu yang penting karena ini menjadi ukuran suatu daerah bisa menuju ke babak selanjutnya untuk melakukan konsep kenormalan baru," lanjut dia. 

    Selain itu, yang menjadi penilaian adalah jumlah penambahan kasus positif rata-ratanya harus mengalami penurunan lebih dari 5 pesen dari kasus yang diperiksa. Kemudian, menurunnya kasus meninggal dari konfirmasi positif Corona yang sudah dinyatakan.

    Selain aspek epidemologi, yang juga menjadi pertimbangan adalah sistem kesehatan yang meliputi penggunaan tempat tidur icu selama dua minggu terakhir, kemudian sistem survailance kesehatan yang diberlakukan. 

    Nantinya dari pertimbangan tersebut akan disampaikan oleh gugus tugas kepada kepala pemerintah setempat. Kemudian, kata dia akan ditindaklanjuti untuk dibicarakan ke level pemerintahan, tokoh masyarakat yang berada di kabupaten/kota tersebut untuk memutuskan apakah akan pelaksanaan mengaplikasikan new normal atau masih menunda.

    "Karena setelah diputuskan ada upaya sosialisasi kepada seluruh masyarakat di kabupaten/kota tersebut tentang keputusan pemerintah daerah yang akan mengimplementasikannya dan kemudian seluruhnya harus mendapatkan edukasi tentang apa yang harus dilakukan dalam new normal," lanjut Yuri. 

    Kemudian apabila sudah dipahami oleh masyarakat diperlukan simulasi.  Sebagai contoh yang disepakati untuk pasar, maka harus dilakukan simulasi penataan pasar yang memenuhi persyarakat protokol kesehatan dan diyakini masyarakat sudah memahami dan bisa melaksanaknnya. 

    "Oleh karena itu bukan sesuatu yang mudah yang kemudian secara sepihak dinyatakan bahwa kenormalan baru dilakukan. Harus dilakukan sosialisasi edukasi dan simulasi," lanjut dia.

    Kemudian dilakukan simulasi bagaimana SOP, prosedur kesehatan itu bisa dilaksanakan. Apabila simulasi ini sudah dilaksanakan dan dipahami diyakini dilaksanakan tentunya akan dilaksanakan. 

    "Oleh karena itu kita tidak menganggap bahwa kenormalan yang baru ibarat bendera start sebuah lari semuanya bergerak bersama-sama tapi tidak ini sangat bergantung pada kondisi epidemiologis masing-masing daerah dan ini menjadi keputusan kepala daerahnya," kata Yuri.(LK) 

    Bagikan Artikel

    data.label
    data.label
    data.label
    data.label
    Beri penilaian untuk artikel Penerapan New Normal Tak Boleh Asal, Ketahui Kriterianya
    Sangat Suka

    0%

    Suka

    0%

    Terinspirasi

    0%

    Tidak Peduli

    0%

    Marah

    0%

    Komentar